Perontokan secara tradisionil dilakukan dengan pemukul kayu dan dikerjakan di atas lantai atau karung goni. Pemukulan dilakukan terus menerus hingga biji lepas. - Setelah itu dilakukan penampian untuk memisahkan kotoran yang terdiri dari daun, ranting, debu atau kotoran lainnya.
Sejumlah biji dijatuhkan dari atas dengan maksud agar kotorannya dapat terpisah dari biji dengan batuan hembusan angin.
Agar dicapai hash yang terbaik dan efisien dianjurkan agar menggunakan wadah supaya biji tetap bersih, usahakan agar biji segera dirontok setelah panen untuk mencegah serangan tikus dan burung, dan kadar air tidak boleh lebih dari 10 - 12 % untuk mencegah pertumbuhan jamur.
Metode perontokan sangat popular di semua Negara. Metode tradisional misalnya memukul-mukulkan biji gandum dengan tongkat atau alu di tanah atau rak. Langkah pertama adalah dengan menebarkan kepala sorghum di atas tikar atau alas lain untuk mengeringkannya. Selanjutnya diikuti dengan proses perontokan menggunakan tongkat atau alu. Langkah terakhir adalah menampi untuk menghilangkan kotoran sebelum akhirnya disimpan. Metode ini banyak digunakan di Uganda, Tanzania, Kenya, Sudan, Nigeria dan India.
Waktu yang dibutuhkan untuk merontokkan sorgum kebanyakan berhubungan dengan tiga factor :
1. struktur tanaman,
2. tingkat kekeringan kepala sorghum,
3. dan metode penebahan yang digunakan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Senegal, rata-rata waktu yang digunakan untuk perontokan dalam sehari adalah selama 1-2 jam. Di banyak Negara, biji sorgum disimpan bersama kepala gandum dan hanya dilakukan perontokan apabila dibutuhkan. Metode penyimpanan pada tiap daerah berbeda-beda dan berhubungan dengan latar belakang sosiokultural dan iklim. Contohnya, di Nigeria orang-orang Yaruba memanen sorgum untuk kemudian dibawa pulang dan segera disimpan. Biji sorgum hanya dikeluarkan secukupnya untuk dirontokkan sebagai bahan makanan selama 2-4 minggu. Sementara orang-orang Nupe, Gwaris, dan Hausas di Nigeria merontokkan seluruh biji gandum sebelum menyimpannya.
Beberapa metode perontokan juga diuji coba. Di Nigeria misalnya, perontokan menggunakan mesin diuji coba tapi hasil yang diperoleh biji sorgum banyak yang rusak bila dibandingkan dengan cara tradisional. Dalam hal ini, kekerasan biji sorgum, kemudahan, dan efisiensi metode perontokan menjadi salah satu kriteria dari diterimanya budidaya. Di India, kepala biji sorghum disebarkan di jalan dan dibiarkan dilindas oleh roda-roda kendaraan yang lewat. Metode ini, walaupun tidak direkomendasikan, dapat menghemat waktu dan tenaga kerja karena 2-4 hektar biji sorghum dapat rontokkan dalam satu hari dan hanya membutuhkan tenaga beberapa orang saja. Normalnya, 25-30 orang dibutuhkan untuk merontokkan sekitar setengah hektar. Di Sudan, pertanian skala besar menggunakan kombinasi mesin untuk merontokkan biji sorghum.
Uji penyimpanan yang dilakukan di Senegal menunjukkan bahwa jika dikeringkan dan disimpan secara tepat, kualitas biji sorghum yang rontokkan melampaui kualitas biji sorghum yang disimpan dengan kepala-kepalanya. Biji sorghum yang disimpan tanpa dirontokkan berisiko mengalami kerusakan karena serangga dan lain-lain. Dengan memperhatikan beberapa panduan dalam perontokkan, maka sangat mungkin bagi petani untuk meningkatkan hasil dan tingkat efisiensi proses perontokan:
(1) Bagian kepala sorghum harus dirontokkan di atas tikar, bukan di atas pasir, kerikil atau batu karena cara ini membuat biji sorghum tetap bersih dan mengurangi penampian – cara terbaik adalah merontokkan di atas lantai semen.
(2) Biji sorghum harus mengandung kandungan kelembaban maksimum 10 – 12% pada saat dirontokkan karena hal ini dapat mengurangi kemungkinan rusak pada saat penyimpanan.
(3) Jenis vitreous flinty yang tidak bertepung harus dirontokkan untuk mengurangi jumlah biji yang rusak selama penyimpanan.
(4) Bila memungkinkan, biji sorghum harus cepat dirontokkan untuk mengurangi serangan burung, hama,tikus, dll di ladang (setelah yakin bahwa kandungan kelembaban sudah cukup rendah).
Alat perontokan yang biasa digunakan ada beberapa macam antara lain : pemukul dari kayu atau bambu, alat perontok pedal dan alat yang digerakkan mesin.
2. Pembersihan dan sortasi
Pembersihan bertujuan untuk membuang kotoran kotoran, bagian-bagian dari bahan yang tidak penting dan menyingkirkan komoditi yang terikut. Sedangkan sortasi adalah proses pemisahan dan penggolongan tingkat mutu dan kesegaran.
Alat pembersih dan sortasi yanag umum digunakan antara lain ayakan berlubang, ayakan meja bergoyang dan hembusan udara. Bentuk, ukuran dan banyaknya lubang pada ayakan berbeda-beda tergantung pada macam, bentuk dan ukuran komoditi yang di tangani.
3. Pengeringan.
Biasanya pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama ± 60 jam hingga kadar air biji mencapai 10 - 12 %. Kriteria untuk mengetahui tingkat kekeringan biji biasanya dengan cara menggigit bijinya. Bila bersuara berarti biji tersebut telah kering.
Pengeringan merupakan salah satu proses yang mutlak diperlukan sebelum biji sorghum disimpan.
Apabila hari hujan atau kelembaban udara tinggi, pengeringan dapat dilakukan dengan cara menggantungkan batang-batang sorgum diatas api dalam suatu ruangan atau di atas api dapur.
Pada proses pengeringan dengan sinar matahari, sangat penting untuk diketahui bahwa ketika sinar matahari mengeringkan biji maka angin akan menerbangkan kelembabannya. Teknik pengeringan secara tradisional dapat ditingkatkan dengan melakukan beberapa langkah berikut untuk mengurangi eksposur terhadap hama tanaman di ladang. menggantung biji sorghum untuk dikeringkan dengan jarak sedikitnya 0,3 m di atas permukaan tanah. Rak dengan ukuran tinggi 2-3 m dan lebar 0,6 – 2 m biasa digunakan untuk mengeringkan biji sorghum di daerah-daerah tropis. Ikatan-ikatan sorghum pada baris pertama disusun dengan bagian tangkai bertemu tangkai. Susunan seperti ini memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Jumlah sorghum dalam setiap bundel setara dengan jumlah makanan yang dibutuhkan dalam satu langkah distribusi, yaitu makanan untuk 1-2 hari. Setelah kering sorgum siap di rontokkan, disimpan atau didistribusikan. Proses pengeringan yang tepat akan menghasilkan produk berkualitas dengan melindungi biji sorghum dari kerusakan.
Tebal lapisan biji sorghum yang dikeringkan biasanya antara 0,5 sampai dengan 0,7 cm dan cuaca baik pengeringan dapat berlangsung antara 2 - 3 hari serta kadar air sorghum kering sekitar 12 persen. Faktor-faktor pembalikan , tebal lapisan kerapatan dan lama penjemuran memegang peranan penting bagi laju dan mutu penjemuran.
Kerusakan-kerusakan pada biji dapat terjadi karena terlambat pengeringan, pengeringan yang terlalu lama atau terlalu cepat dan pengeringan yang tidak merata. Suhu yang terlalu tinggi atau adanya perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan pada biji sorghum.
Selain dengan sinar matahari pengeringan sorghum dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering, Gabungan atau modifikasi antara kedua cara tersebut mungkin pula dilakukan.
Keuntungan menggunakan alat pengering adalah suhu, aliran udara dan laju pengeringan dapat terawasi dan terkendali.
4. Penggilingan / Penyosohan
Meskipun penggunaan sorghum untuk konsumsi manusia tersebar luas, namun teknologi pengolahan biji-bijian ini masih belum memadai. Metode tradisional yang digunakan di semua Negara membutuhkan kerja keras dan waktu yang lama, dan meskipun penggilingan skala kecil telah diperkenalkan di beberapa daerah namun mesin produksi tepung masih terbatas karena kurangnya tekonologi yang dikuasai untuk mengolah biji-bijian ini.
Dalam proses tradisional, jika waktu masih memungkinkan biji-bijian dibasahi dan dikuliti sebelum ditumbuk menjadi tepung. Pengupasan yang dilakukan dengan cara memukul-mukul menggunakan tangan, tergantung pada varietas, membutuhkan 3,5 – 5,5 mm/kg sorgum dan 6 – 22 mm/kg millet (perkiraan di India).
Mesin giling yang ada di rumah atau desa kemudian digunakan untuk menggiling biji-bijian menjadi tepung. penggilingan model batu terdiri dari sebuah batu datar berukuran kecil yang terletak di atas sebuah batu besar berbentuk empat persegi panjang atau dua batu berbentuk bundar, satu diputar menggunakan sebuah pegangan dari kayu. Penggilingan model ini banyak digunakan di rumah-rumah. Lesung yang terbuat dari kayu, batu atau lubang di tanah, dan alu yang terbuat dari kayu (sebagian terdapat cincin baja di ujungnya) juga banyak digunakan.
Penggilingan bertenaga diesel atau air banyak terdapat di desa-desa. Sorghum yang memiliki bentuk biji lebih besar daripada gandum lebih mudah dikupas. Karena alasan ini, di banyak negara sorghum seringkali tidak melalui proses pengupasan. Baik penggilingan basah atau kering keduanya tetap dilakukan sesuai dengan kebiasaan dan kegunaan akhir tepung. Umumnya tepung kering dapat disimpan\ selama beberapa minggu sementara yang berbentuk pasta basah, seringkali digunakan dengan sedikit difermentasi, bisa disimpan selama 3-4 hari. Tepung atau pasta dapat dibuat dari keseluruhan proses seperti dikupas, dipanggang, dikecambahkan, difermentasi, direndam atau dikeringkan. Beberapa metode ini mempengaruhi rasa, nilai gizi, pemanfaatan sifat tepung atau pasta.
Ukuran partikel tepung bervariasi, ada yang kasar ada juga yang halus, tergantung pada tujuan penggunaan tepung dan kekerasan biji, metode penggilingan, dan ada atau tidaknya bagian kulit.
Di pedesaan Kenya, beberapa penggilingan tradisional masih menggunakan batu gilingan, tapi di daerah lain yang sudah mengenal mesin bertenaga diesel penggilingan sorghum dan gandum dilakukan bersama-sama dengan jagung. Alasan utama diubahnya system tradisional dengan mesin adalah karena efisiensi waktu (untuk menggiling tepung bagi sebuah keluarga dengan enam anggota keluarga perbandingan waktu yang dibutuhkan adalah sekali giling berbanding 20-30 menit). Jika tidak dikupas terlebih dahulu maka tepung yang dihasilkan akan bertekstur kasar dan mengandung dedak, dan hanya akan dibuang setelah disaring.
Pola-pola yang sangat mirip dengan metode diatas ada di Tanzania, yang menggunakan penggilingan manual apabila tidak ada mesin giling atau apabila petani tidak mampu membayar upah penggilingan menggunakan mesin. Tepung dan biji yang pecah merupakan produk yang banyak dijumpai pada penggilingan manual di rumah-rumah.
Di Sudan ada dua jenis penggilingan: kering (yang paling umum) dan basah. Penggilingan basah dilakukan dengan cara meletakkan biji-bijian yang sudah direndal diantara dua batu lalu menggilingnya hingga menjadi pasta. Pasta ini dapat langsung digunakan atau dapat juga difermentasikan lebih dulu.
Sementara penggilingan kering dilakukan dengan cara menggunakan batu penggiling bertenaga listrik atau diesel. Produk yang dihasilkan adalah tepung yang partikelnya berbutiran kasar atau sangat halus.
Di India terdapat preferensi yang sangat kuat agar biji dikuliti dan digiling menjadi tepung secara manual. Sorghum biasanya dikuliti setiap hari dengan menggunakan lesung dan alu, lalu pada tahap akhir digunakan air untuk membersihkan bagian kulit yang sudah terlepas. Biji-biji ini dicuci 3-4 kali untuk mengeluarkan kuman dan bagian tepung yang masih mengandung kulit. Air sisa pembersihan ini diberikan kepada hewan-hewan yang sangat menyukai air berisi kulit dan pecahan biji ini. Jika sorghum yang akan digiling menjadi tepung akan diperuntukkan untuk membuat roti (yang tidak beragi), maka biji-bijiannya hanya ditumbuk atau digiling tanpa dikupas terlebih dahulu. Tepung yang dihasilkan bertekstur kasar karena masih mengandung kulit.
Sorghum di India dikupas di dalam sebuah lesung melalui penggilingan ringan dan kemudian ditampi. Setelah ditampi kemudian dikupas lagi dengan memukul-mukulkan lesung untuk menghilangkan kulit luar, dicuci bersih seperti halnya yang dilakukan pada sorghum, dan kemudian digiling menjadi tepung. Tepung sorghum yang digunakan di India bertekstur lebih halus karena terbuat dari biji yang dikupas.
Di Uganda, pemilihan metode penggilingan bergantung pada tujuan penggunaan produk. sorgum atau gandum yang digunakan untuk bir misalnya, adalah yang digiling kasar. Kadang-kadang lesung juga digunakan, tapi di Buganda biji-bijian dihancurkan pada permukaan kayu kasar dengan menggunakan panci rusak, yang cara kerjanya lebih cepat dibanding lesung. Biji-bijian dipanggang atau dikecambahkan sebelum digiling. Ketika sorghum atau jewawut digunakan untuk makanan, maka terlebih dahulu harus dikupas dengan cara dipukul-pukulkan menggunakan tangan, dibasahi lalu digiling menggunakan batu. Pusat-pusat perdagangan yang menawarkan layanan penggilingan menggunakan mesin kini juga menyediakan jasa penggilingan secara tradisional.
Tiga metode berbeda yang biasa digunakan di Nigeria, menggiling sorghum pada sebuah batu, menumbuk dengan lesung, atau memproses dengan mesin penggiling. Biarpun proses menggunakan mesin merupakan cara pemrosesan tercepat, seperti di India, namun produk yang ditumbuk menggunakan lesung lebih banyak dicari karena produk yang dihasilkan memiliki tekstur halus dan lebih putih karena mengandung sedikit dedak.
Biji-biji yang pecah digunakan oleh orang Nigeria untuk membuat tepung pasta guna dibuat bubur. Sorghum terlebih dahulu dikupas kemudian tepungnya dibuat dengan menggunakan metode basah atau kering. Untuk metode basah, biji direndam air selama 1-2 hari, digiling menjadi pasta, kemudian disaring untuk memisahkan dedaknya. pasta ini dibiarkan semalam untuk fermentasi sebelum akhirnya digunakan. Untuk yang disebut metode kering, biji pertama-tama direndam untuk kemudian ditumbuk guna melepaskan kulitnya. Produk yang dihasilkan bersifat kering, kulit dibuang dengan cara ditampi, dan kemudian biji-biji kering digiling menjadi tepung.
Sebuah proses mekanik kering baru diperkenalkan dimana kulit dikupas secara mekanis. Tepung kering yang dihasilkan bila dicampur dengan air dapat dibiarkan memfermentasi selama semalaman seperti yang dilakukan pada pasta giling basah untuk digunakan dalam produk serupa.
Metode tradisional pengolahan sorghum hampir sama di tiap Negara, namun sekarang di wilayah-wilayah yang penduduknya mengkonsumsi sorghum, orang-orang lebih suka menggiling biji-bijian mereka di mesin penggiling desa. Mesin penggilingan ini biasanya berbentuk palu atau piringan yang digunakan untuk menggiling biji-bijian menjadi tepung. Biasanya mesin giling ini tidak dilengkapi alat untuk mengupas. Dengan meningkatnya permintaan agar penggilingan dilakukan tepat waktu, orang-orang yang akan menggiling biji-bijian dengan mesin giling terlebih dahulu harus mengupas biji-bijian tersebut, terkadang dengan menggunakan lesung atau alu. Biji-bijian yang digiling tanpa dikupas terlebih dahulu akan menghasilkan produk yang kurang baik untuk dikonsumsi dan memiliki tekstur dan warna yang juga kurang bagus.
Karena metode penggilingan sudah berubah, saat ini orang lebih berpikir bagaimana melakukan proses penggilingan dengan cara terbaik, bukan pada pemilihan apakah penggilingan lebih baik dilakukan dengan mesin atau bukan. Penggilingan kering, dirancang khusus untuk sorghum, yang dapat mengupas sekaligus menggiling biji menjadi tepung dapat meningkatkan nilai tambah. Tepung sorghum yang diproses secara mekanik dapat mengurangi waktu pemrosesan, kandungan air dalam tepung, dan jumlah kulit.
Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan kualitas tepung sehingga mudah dicerna, memiliki warna dan tekstur yang lebih bagus. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai kualitas tepung yang dihasilkan dari proses mekanis. Warna menjadi salah satu criteria utama yang menentukan penggunaan akhir sorghum tertentu. Varietas dengan warna lebih ringan, yang menghasilkan produk tepung dengan warna yang juga lebih ringan melalui proses manual, banyak digunakan untuk membuat bubur, roti dan produk-produk lain berbasis tepung. Sementara varietas dengan warna lebih gelap, yang menghasilkan produk tepung dengan warna yang juga lebih gelap dan berasa sedikit pahit, banyak difermentasikan sebagai bahan baku bir dan minuman hasil fermentasi lainnya.
Untuk memperbaiki warnanya, secara tradisional biji-bijian ini sebagian diputihkan dengan cara direndam dalam larutan asam, seperti air asam jawa atau air cucian beras yang difermentasi, untuk kemudian digiling basah menjadi tepung pasta.
Terdapat kandungan gizi yang hilang selama proses pengupasan. Dalam salah satu penelitian mengenai penggilingan manual di Nigeria, kehilangan ini mencapai 29% dari berat kering tercatat. Karena biji-bijian ini memiliki lapisan aleuron yang lembut dan mudah patah, maka tingkat kehilangan kandungan gizi akan semakin tinggi.
Dengan pemrosesan menggunakan mesin, tepung dapat diproduksi dengan tingkat ekstraksi lebih tinggi dibanding dengan pemrosesan manual. Pengupasan secara mekanis dapat menghasilkan tepung putih dari sorghum varietas merah varietas biru-hijau dengan menurunkan tingkat ekstraksi dan menghilangkan lebih banyak kulit biji. Cara ini menghasilkan tepung dengan warna yang bagus sehingga dapat digunakan untuk membuat produk-produk yang dimasak, kualitas nutrisi dari produk ini tidak sama dengan produk yang dibuat dari tepung hasil penggilingan dengan tingkat ekstraksi lebih tinggi.
Dalam uji komparatif menggunakan sorghum yang dilakukan di Laboratorium Prairi, Saskatoon, nilai makanan biasanya menurun baik pada metode penggilingan manual maupun mesin, dan biasanya kehilangan nilai nutrisi ini lebih menonjol pada metode penggilingan dengan mesin. Pada tingkat ekstraksi setara, tepung yang berasal dari biji-bijian yang diproses secara mekanis memiliki kandungan protein rata-rata yang lebih rendah dibanding tepung yang berasal dari pemrosesan tradisional. Pada penggilingan secara mekanis, penerimaan serat mentah sebanding pada tepung gandum, namun 20-25% lebih sedikit pada tepung sorghum. Pada bayi dan anak-anak, kandungan serat yang lebih rendah lebih baik untuk dikonsumsi.
Dalam banyak kasus, pengurangan kandungan serat dan protein dapat diabaikan jika mempertimbangkan komponen lain dalam makanan tertentu. Pada umumnya, sorghum dikonsumsi bersamaan dengan makanan lain seperti kacang-kacangan, sereal lainnya, dan atau sayuran. Selain itu, pengurangan serat dan protein dapat diimbangi dengan peningkatan total konsumsi sorghum dan serat. Pengalaman di sejumlah Negara menunjukkan ketika tepung sorghum tersedia dengan kualitas yang baik dan dapat bersaing maka konsumsinya akan meningkat.
Dengan demikian, meminjam perkataan salah seorang peserta lokakarya, “bukannya melarikan diri dari produk-produk tradisional, malah kita harus mendorong agar produk-produk tersebut digunakan sebagai makanan berkualitas yang sama baik atau bahkan lebih baik daripada beberapa makanan sehat yang saat ini kita konsumsi”.
5. Penyimpanan
Biasanya bahan pangan hasil pertanian mengalami beberapa tingkat penyimpanan yaitu : tingkat petani, tingkat pengumpul, tingkat penyalur, tingkat peralihan, tingkat pengecer dan tingkat konsumen.
Penyimpanan sederhana di tingkat petani adalah dengan cara menggantungkan malai sorghum di ruangan di atas perapian dapur. Cara ini berfungsi ganda yaitu untuk melanjutkan proses pengeringan dan asap api berfungsi pula sebagai pengendalian hama selama penyimpanan. Namun jumlah biji yang dapat disimpan dengan cara ini sangat terbatas.
Bila biji disimpan dalam ruangan khusus penyimpanan (gudang), maka tinggi gudang harus sama dengan lebarnya supaya kondensasi uap air dalam gudang tidak mudah timbul. Dinding gudang sebaiknya ' terbuat dari bahan yang padat sehingga perubahan suhu yang terjadi pada biji dapat dikurangi. Tidak dianjurkan ruang penyimpanan dari bahan besi, karma sangat peka terhadap perubahan suhu.
Beras sorgum yang telah di masukkan ke dalam karung goni atau tanpa pengarungan perlu di simpan di dalam gudang yang memenuhi syarat penggudangan. Syarat-syarat penggudangan antara lain: bebas dari serangan hama dan penyakit, suhu dan kelembaban terawasi dan pengendalian udara yang teratur. Sebelum disimpan biji harus kering, bersih dan utuh (tidak pecah).
Alat penyosoh sorghum mekanis mempunyai beberapa keuntungan yaitu :
1. Mutu beras sorghum lebih baik,
2. Beras sorghum dapat terjamin bebas dari kadar tanin yang membahayakan
3. Proses penyosohan lebih capat.
6. Pemanfaatan biji Sorghum
Menurut Rismunandar, 1989 Sorghum dapat di jadikan nasi sorghum yang cukup pulan, begantung pada jenisnya. Untuk membuat nasi sorgum, kulit arinya harus benar-benar bersih, seandainya tidak di bersihkan akan mengakibatkan rasa pahit yang sesuai dengan sifat jenisnya. Berbagai jenis makanan yang dapat di hasilkan antara lain bubur tepung sorghum, dodol sorghum dan sebagainya. Sorghun juga dapat di gunakan untuk membuat tapai yang rasanya tidak kalah jika dibandingkan dengan tapai yang di buat dengan bahan dasar ketan hitam atau ketan putih.
Tepung sorghum juga di manfaatkan untuk membuat briket arang kayu guna cetakan pengecoran besi. Pabrik Alumunium menggunakan tepung sorghum sebagai bahan untuk menggumpalkan peleburan Alumunium. Pengeboran minyak bumi menggunakan tepung sorghum untuk melicinkan pengeboran, pendingin bor, dan menahan perembesan air dari dinding sumur bor.
Pabrik tepung sorghum menghasilkan dedak sebagai bahan samping. Karena memiliki kadar minyak yang tinggi dedak sorghum juga dapat di manfaatkan untuk diambil minyaknya melalui proses ekstraksi dan menghasilkan minyak dedak yang nilainya sama dengan minyak jagung. Dedak sorghum yang telah bebas dari minyak sangat baik untuk makanan ternak besar dan kecil.
Kulit ari biji sorghum mengandung sejenis lilin yang dapat digunakan sebagai bahan seminr sepatu, kertas karbon, isolasi, polois perabot rumah dan sebagainya. Tepung sorghum yang tinggi kadungan protein dan gluteinnya dimanfaatkan untuk campuran tepung tarwe dalam pembuatan roti.
Tanaman sorghum manis sering disebut sebagai bahan baku industri bersih (clean industry) karena hampir semua komponen biomasa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri. Pemanfaatan sorghum manis secara umum diperoleh dari hasil-hasil utama (batang dan biji) serta limbah (daun) dan hasil ikutannya (ampas/bagasse) (Sumantri, A. et. al. 1996). Bioetanol dibuat dari nira batang sorgum manis, bijinya diproses menjadi tepung untuk menggantikan tepung beras atau terigu sebagai bahan pangan. Biji sorghum juga bisa menggantikan jagung yang banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industi pakan ternak. Daun sorghum dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Selain itu ternyata ampas batang sorghum (bagasse) yang telah diambil niranya dapat dimanfaatkan seratnya sebagai bahan baku pulp dalam industri kertas. Dalam hal ini pengembangan tanaman sorghum justru mendukung program pemerintah dalam rangka ketahanan pangan (program swasembada pangan) dan energi (program desa mandiri energi), selain itu juga mendukung pengembangan industri lainnya yaitu penggemukan sapi (swasembada daging) dan industri pulp (kertas).
DAFTAR PUSTAKA
Sejumlah biji dijatuhkan dari atas dengan maksud agar kotorannya dapat terpisah dari biji dengan batuan hembusan angin.
Agar dicapai hash yang terbaik dan efisien dianjurkan agar menggunakan wadah supaya biji tetap bersih, usahakan agar biji segera dirontok setelah panen untuk mencegah serangan tikus dan burung, dan kadar air tidak boleh lebih dari 10 - 12 % untuk mencegah pertumbuhan jamur.
Metode perontokan sangat popular di semua Negara. Metode tradisional misalnya memukul-mukulkan biji gandum dengan tongkat atau alu di tanah atau rak. Langkah pertama adalah dengan menebarkan kepala sorghum di atas tikar atau alas lain untuk mengeringkannya. Selanjutnya diikuti dengan proses perontokan menggunakan tongkat atau alu. Langkah terakhir adalah menampi untuk menghilangkan kotoran sebelum akhirnya disimpan. Metode ini banyak digunakan di Uganda, Tanzania, Kenya, Sudan, Nigeria dan India.
Waktu yang dibutuhkan untuk merontokkan sorgum kebanyakan berhubungan dengan tiga factor :
1. struktur tanaman,
2. tingkat kekeringan kepala sorghum,
3. dan metode penebahan yang digunakan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Senegal, rata-rata waktu yang digunakan untuk perontokan dalam sehari adalah selama 1-2 jam. Di banyak Negara, biji sorgum disimpan bersama kepala gandum dan hanya dilakukan perontokan apabila dibutuhkan. Metode penyimpanan pada tiap daerah berbeda-beda dan berhubungan dengan latar belakang sosiokultural dan iklim. Contohnya, di Nigeria orang-orang Yaruba memanen sorgum untuk kemudian dibawa pulang dan segera disimpan. Biji sorgum hanya dikeluarkan secukupnya untuk dirontokkan sebagai bahan makanan selama 2-4 minggu. Sementara orang-orang Nupe, Gwaris, dan Hausas di Nigeria merontokkan seluruh biji gandum sebelum menyimpannya.
Beberapa metode perontokan juga diuji coba. Di Nigeria misalnya, perontokan menggunakan mesin diuji coba tapi hasil yang diperoleh biji sorgum banyak yang rusak bila dibandingkan dengan cara tradisional. Dalam hal ini, kekerasan biji sorgum, kemudahan, dan efisiensi metode perontokan menjadi salah satu kriteria dari diterimanya budidaya. Di India, kepala biji sorghum disebarkan di jalan dan dibiarkan dilindas oleh roda-roda kendaraan yang lewat. Metode ini, walaupun tidak direkomendasikan, dapat menghemat waktu dan tenaga kerja karena 2-4 hektar biji sorghum dapat rontokkan dalam satu hari dan hanya membutuhkan tenaga beberapa orang saja. Normalnya, 25-30 orang dibutuhkan untuk merontokkan sekitar setengah hektar. Di Sudan, pertanian skala besar menggunakan kombinasi mesin untuk merontokkan biji sorghum.
Uji penyimpanan yang dilakukan di Senegal menunjukkan bahwa jika dikeringkan dan disimpan secara tepat, kualitas biji sorghum yang rontokkan melampaui kualitas biji sorghum yang disimpan dengan kepala-kepalanya. Biji sorghum yang disimpan tanpa dirontokkan berisiko mengalami kerusakan karena serangga dan lain-lain. Dengan memperhatikan beberapa panduan dalam perontokkan, maka sangat mungkin bagi petani untuk meningkatkan hasil dan tingkat efisiensi proses perontokan:
(1) Bagian kepala sorghum harus dirontokkan di atas tikar, bukan di atas pasir, kerikil atau batu karena cara ini membuat biji sorghum tetap bersih dan mengurangi penampian – cara terbaik adalah merontokkan di atas lantai semen.
(2) Biji sorghum harus mengandung kandungan kelembaban maksimum 10 – 12% pada saat dirontokkan karena hal ini dapat mengurangi kemungkinan rusak pada saat penyimpanan.
(3) Jenis vitreous flinty yang tidak bertepung harus dirontokkan untuk mengurangi jumlah biji yang rusak selama penyimpanan.
(4) Bila memungkinkan, biji sorghum harus cepat dirontokkan untuk mengurangi serangan burung, hama,tikus, dll di ladang (setelah yakin bahwa kandungan kelembaban sudah cukup rendah).
Alat perontokan yang biasa digunakan ada beberapa macam antara lain : pemukul dari kayu atau bambu, alat perontok pedal dan alat yang digerakkan mesin.
2. Pembersihan dan sortasi
Pembersihan bertujuan untuk membuang kotoran kotoran, bagian-bagian dari bahan yang tidak penting dan menyingkirkan komoditi yang terikut. Sedangkan sortasi adalah proses pemisahan dan penggolongan tingkat mutu dan kesegaran.
Alat pembersih dan sortasi yanag umum digunakan antara lain ayakan berlubang, ayakan meja bergoyang dan hembusan udara. Bentuk, ukuran dan banyaknya lubang pada ayakan berbeda-beda tergantung pada macam, bentuk dan ukuran komoditi yang di tangani.
3. Pengeringan.
Biasanya pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama ± 60 jam hingga kadar air biji mencapai 10 - 12 %. Kriteria untuk mengetahui tingkat kekeringan biji biasanya dengan cara menggigit bijinya. Bila bersuara berarti biji tersebut telah kering.
Pengeringan merupakan salah satu proses yang mutlak diperlukan sebelum biji sorghum disimpan.
Apabila hari hujan atau kelembaban udara tinggi, pengeringan dapat dilakukan dengan cara menggantungkan batang-batang sorgum diatas api dalam suatu ruangan atau di atas api dapur.
Pada proses pengeringan dengan sinar matahari, sangat penting untuk diketahui bahwa ketika sinar matahari mengeringkan biji maka angin akan menerbangkan kelembabannya. Teknik pengeringan secara tradisional dapat ditingkatkan dengan melakukan beberapa langkah berikut untuk mengurangi eksposur terhadap hama tanaman di ladang. menggantung biji sorghum untuk dikeringkan dengan jarak sedikitnya 0,3 m di atas permukaan tanah. Rak dengan ukuran tinggi 2-3 m dan lebar 0,6 – 2 m biasa digunakan untuk mengeringkan biji sorghum di daerah-daerah tropis. Ikatan-ikatan sorghum pada baris pertama disusun dengan bagian tangkai bertemu tangkai. Susunan seperti ini memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Jumlah sorghum dalam setiap bundel setara dengan jumlah makanan yang dibutuhkan dalam satu langkah distribusi, yaitu makanan untuk 1-2 hari. Setelah kering sorgum siap di rontokkan, disimpan atau didistribusikan. Proses pengeringan yang tepat akan menghasilkan produk berkualitas dengan melindungi biji sorghum dari kerusakan.
Tebal lapisan biji sorghum yang dikeringkan biasanya antara 0,5 sampai dengan 0,7 cm dan cuaca baik pengeringan dapat berlangsung antara 2 - 3 hari serta kadar air sorghum kering sekitar 12 persen. Faktor-faktor pembalikan , tebal lapisan kerapatan dan lama penjemuran memegang peranan penting bagi laju dan mutu penjemuran.
Kerusakan-kerusakan pada biji dapat terjadi karena terlambat pengeringan, pengeringan yang terlalu lama atau terlalu cepat dan pengeringan yang tidak merata. Suhu yang terlalu tinggi atau adanya perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan pada biji sorghum.
Selain dengan sinar matahari pengeringan sorghum dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering, Gabungan atau modifikasi antara kedua cara tersebut mungkin pula dilakukan.
Keuntungan menggunakan alat pengering adalah suhu, aliran udara dan laju pengeringan dapat terawasi dan terkendali.
4. Penggilingan / Penyosohan
Meskipun penggunaan sorghum untuk konsumsi manusia tersebar luas, namun teknologi pengolahan biji-bijian ini masih belum memadai. Metode tradisional yang digunakan di semua Negara membutuhkan kerja keras dan waktu yang lama, dan meskipun penggilingan skala kecil telah diperkenalkan di beberapa daerah namun mesin produksi tepung masih terbatas karena kurangnya tekonologi yang dikuasai untuk mengolah biji-bijian ini.
Dalam proses tradisional, jika waktu masih memungkinkan biji-bijian dibasahi dan dikuliti sebelum ditumbuk menjadi tepung. Pengupasan yang dilakukan dengan cara memukul-mukul menggunakan tangan, tergantung pada varietas, membutuhkan 3,5 – 5,5 mm/kg sorgum dan 6 – 22 mm/kg millet (perkiraan di India).
Mesin giling yang ada di rumah atau desa kemudian digunakan untuk menggiling biji-bijian menjadi tepung. penggilingan model batu terdiri dari sebuah batu datar berukuran kecil yang terletak di atas sebuah batu besar berbentuk empat persegi panjang atau dua batu berbentuk bundar, satu diputar menggunakan sebuah pegangan dari kayu. Penggilingan model ini banyak digunakan di rumah-rumah. Lesung yang terbuat dari kayu, batu atau lubang di tanah, dan alu yang terbuat dari kayu (sebagian terdapat cincin baja di ujungnya) juga banyak digunakan.
Penggilingan bertenaga diesel atau air banyak terdapat di desa-desa. Sorghum yang memiliki bentuk biji lebih besar daripada gandum lebih mudah dikupas. Karena alasan ini, di banyak negara sorghum seringkali tidak melalui proses pengupasan. Baik penggilingan basah atau kering keduanya tetap dilakukan sesuai dengan kebiasaan dan kegunaan akhir tepung. Umumnya tepung kering dapat disimpan\ selama beberapa minggu sementara yang berbentuk pasta basah, seringkali digunakan dengan sedikit difermentasi, bisa disimpan selama 3-4 hari. Tepung atau pasta dapat dibuat dari keseluruhan proses seperti dikupas, dipanggang, dikecambahkan, difermentasi, direndam atau dikeringkan. Beberapa metode ini mempengaruhi rasa, nilai gizi, pemanfaatan sifat tepung atau pasta.
Ukuran partikel tepung bervariasi, ada yang kasar ada juga yang halus, tergantung pada tujuan penggunaan tepung dan kekerasan biji, metode penggilingan, dan ada atau tidaknya bagian kulit.
Di pedesaan Kenya, beberapa penggilingan tradisional masih menggunakan batu gilingan, tapi di daerah lain yang sudah mengenal mesin bertenaga diesel penggilingan sorghum dan gandum dilakukan bersama-sama dengan jagung. Alasan utama diubahnya system tradisional dengan mesin adalah karena efisiensi waktu (untuk menggiling tepung bagi sebuah keluarga dengan enam anggota keluarga perbandingan waktu yang dibutuhkan adalah sekali giling berbanding 20-30 menit). Jika tidak dikupas terlebih dahulu maka tepung yang dihasilkan akan bertekstur kasar dan mengandung dedak, dan hanya akan dibuang setelah disaring.
Pola-pola yang sangat mirip dengan metode diatas ada di Tanzania, yang menggunakan penggilingan manual apabila tidak ada mesin giling atau apabila petani tidak mampu membayar upah penggilingan menggunakan mesin. Tepung dan biji yang pecah merupakan produk yang banyak dijumpai pada penggilingan manual di rumah-rumah.
Di Sudan ada dua jenis penggilingan: kering (yang paling umum) dan basah. Penggilingan basah dilakukan dengan cara meletakkan biji-bijian yang sudah direndal diantara dua batu lalu menggilingnya hingga menjadi pasta. Pasta ini dapat langsung digunakan atau dapat juga difermentasikan lebih dulu.
Sementara penggilingan kering dilakukan dengan cara menggunakan batu penggiling bertenaga listrik atau diesel. Produk yang dihasilkan adalah tepung yang partikelnya berbutiran kasar atau sangat halus.
Di India terdapat preferensi yang sangat kuat agar biji dikuliti dan digiling menjadi tepung secara manual. Sorghum biasanya dikuliti setiap hari dengan menggunakan lesung dan alu, lalu pada tahap akhir digunakan air untuk membersihkan bagian kulit yang sudah terlepas. Biji-biji ini dicuci 3-4 kali untuk mengeluarkan kuman dan bagian tepung yang masih mengandung kulit. Air sisa pembersihan ini diberikan kepada hewan-hewan yang sangat menyukai air berisi kulit dan pecahan biji ini. Jika sorghum yang akan digiling menjadi tepung akan diperuntukkan untuk membuat roti (yang tidak beragi), maka biji-bijiannya hanya ditumbuk atau digiling tanpa dikupas terlebih dahulu. Tepung yang dihasilkan bertekstur kasar karena masih mengandung kulit.
Sorghum di India dikupas di dalam sebuah lesung melalui penggilingan ringan dan kemudian ditampi. Setelah ditampi kemudian dikupas lagi dengan memukul-mukulkan lesung untuk menghilangkan kulit luar, dicuci bersih seperti halnya yang dilakukan pada sorghum, dan kemudian digiling menjadi tepung. Tepung sorghum yang digunakan di India bertekstur lebih halus karena terbuat dari biji yang dikupas.
Di Uganda, pemilihan metode penggilingan bergantung pada tujuan penggunaan produk. sorgum atau gandum yang digunakan untuk bir misalnya, adalah yang digiling kasar. Kadang-kadang lesung juga digunakan, tapi di Buganda biji-bijian dihancurkan pada permukaan kayu kasar dengan menggunakan panci rusak, yang cara kerjanya lebih cepat dibanding lesung. Biji-bijian dipanggang atau dikecambahkan sebelum digiling. Ketika sorghum atau jewawut digunakan untuk makanan, maka terlebih dahulu harus dikupas dengan cara dipukul-pukulkan menggunakan tangan, dibasahi lalu digiling menggunakan batu. Pusat-pusat perdagangan yang menawarkan layanan penggilingan menggunakan mesin kini juga menyediakan jasa penggilingan secara tradisional.
Tiga metode berbeda yang biasa digunakan di Nigeria, menggiling sorghum pada sebuah batu, menumbuk dengan lesung, atau memproses dengan mesin penggiling. Biarpun proses menggunakan mesin merupakan cara pemrosesan tercepat, seperti di India, namun produk yang ditumbuk menggunakan lesung lebih banyak dicari karena produk yang dihasilkan memiliki tekstur halus dan lebih putih karena mengandung sedikit dedak.
Biji-biji yang pecah digunakan oleh orang Nigeria untuk membuat tepung pasta guna dibuat bubur. Sorghum terlebih dahulu dikupas kemudian tepungnya dibuat dengan menggunakan metode basah atau kering. Untuk metode basah, biji direndam air selama 1-2 hari, digiling menjadi pasta, kemudian disaring untuk memisahkan dedaknya. pasta ini dibiarkan semalam untuk fermentasi sebelum akhirnya digunakan. Untuk yang disebut metode kering, biji pertama-tama direndam untuk kemudian ditumbuk guna melepaskan kulitnya. Produk yang dihasilkan bersifat kering, kulit dibuang dengan cara ditampi, dan kemudian biji-biji kering digiling menjadi tepung.
Sebuah proses mekanik kering baru diperkenalkan dimana kulit dikupas secara mekanis. Tepung kering yang dihasilkan bila dicampur dengan air dapat dibiarkan memfermentasi selama semalaman seperti yang dilakukan pada pasta giling basah untuk digunakan dalam produk serupa.
Metode tradisional pengolahan sorghum hampir sama di tiap Negara, namun sekarang di wilayah-wilayah yang penduduknya mengkonsumsi sorghum, orang-orang lebih suka menggiling biji-bijian mereka di mesin penggiling desa. Mesin penggilingan ini biasanya berbentuk palu atau piringan yang digunakan untuk menggiling biji-bijian menjadi tepung. Biasanya mesin giling ini tidak dilengkapi alat untuk mengupas. Dengan meningkatnya permintaan agar penggilingan dilakukan tepat waktu, orang-orang yang akan menggiling biji-bijian dengan mesin giling terlebih dahulu harus mengupas biji-bijian tersebut, terkadang dengan menggunakan lesung atau alu. Biji-bijian yang digiling tanpa dikupas terlebih dahulu akan menghasilkan produk yang kurang baik untuk dikonsumsi dan memiliki tekstur dan warna yang juga kurang bagus.
Karena metode penggilingan sudah berubah, saat ini orang lebih berpikir bagaimana melakukan proses penggilingan dengan cara terbaik, bukan pada pemilihan apakah penggilingan lebih baik dilakukan dengan mesin atau bukan. Penggilingan kering, dirancang khusus untuk sorghum, yang dapat mengupas sekaligus menggiling biji menjadi tepung dapat meningkatkan nilai tambah. Tepung sorghum yang diproses secara mekanik dapat mengurangi waktu pemrosesan, kandungan air dalam tepung, dan jumlah kulit.
Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan kualitas tepung sehingga mudah dicerna, memiliki warna dan tekstur yang lebih bagus. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai kualitas tepung yang dihasilkan dari proses mekanis. Warna menjadi salah satu criteria utama yang menentukan penggunaan akhir sorghum tertentu. Varietas dengan warna lebih ringan, yang menghasilkan produk tepung dengan warna yang juga lebih ringan melalui proses manual, banyak digunakan untuk membuat bubur, roti dan produk-produk lain berbasis tepung. Sementara varietas dengan warna lebih gelap, yang menghasilkan produk tepung dengan warna yang juga lebih gelap dan berasa sedikit pahit, banyak difermentasikan sebagai bahan baku bir dan minuman hasil fermentasi lainnya.
Untuk memperbaiki warnanya, secara tradisional biji-bijian ini sebagian diputihkan dengan cara direndam dalam larutan asam, seperti air asam jawa atau air cucian beras yang difermentasi, untuk kemudian digiling basah menjadi tepung pasta.
Terdapat kandungan gizi yang hilang selama proses pengupasan. Dalam salah satu penelitian mengenai penggilingan manual di Nigeria, kehilangan ini mencapai 29% dari berat kering tercatat. Karena biji-bijian ini memiliki lapisan aleuron yang lembut dan mudah patah, maka tingkat kehilangan kandungan gizi akan semakin tinggi.
Dengan pemrosesan menggunakan mesin, tepung dapat diproduksi dengan tingkat ekstraksi lebih tinggi dibanding dengan pemrosesan manual. Pengupasan secara mekanis dapat menghasilkan tepung putih dari sorghum varietas merah varietas biru-hijau dengan menurunkan tingkat ekstraksi dan menghilangkan lebih banyak kulit biji. Cara ini menghasilkan tepung dengan warna yang bagus sehingga dapat digunakan untuk membuat produk-produk yang dimasak, kualitas nutrisi dari produk ini tidak sama dengan produk yang dibuat dari tepung hasil penggilingan dengan tingkat ekstraksi lebih tinggi.
Dalam uji komparatif menggunakan sorghum yang dilakukan di Laboratorium Prairi, Saskatoon, nilai makanan biasanya menurun baik pada metode penggilingan manual maupun mesin, dan biasanya kehilangan nilai nutrisi ini lebih menonjol pada metode penggilingan dengan mesin. Pada tingkat ekstraksi setara, tepung yang berasal dari biji-bijian yang diproses secara mekanis memiliki kandungan protein rata-rata yang lebih rendah dibanding tepung yang berasal dari pemrosesan tradisional. Pada penggilingan secara mekanis, penerimaan serat mentah sebanding pada tepung gandum, namun 20-25% lebih sedikit pada tepung sorghum. Pada bayi dan anak-anak, kandungan serat yang lebih rendah lebih baik untuk dikonsumsi.
Dalam banyak kasus, pengurangan kandungan serat dan protein dapat diabaikan jika mempertimbangkan komponen lain dalam makanan tertentu. Pada umumnya, sorghum dikonsumsi bersamaan dengan makanan lain seperti kacang-kacangan, sereal lainnya, dan atau sayuran. Selain itu, pengurangan serat dan protein dapat diimbangi dengan peningkatan total konsumsi sorghum dan serat. Pengalaman di sejumlah Negara menunjukkan ketika tepung sorghum tersedia dengan kualitas yang baik dan dapat bersaing maka konsumsinya akan meningkat.
Dengan demikian, meminjam perkataan salah seorang peserta lokakarya, “bukannya melarikan diri dari produk-produk tradisional, malah kita harus mendorong agar produk-produk tersebut digunakan sebagai makanan berkualitas yang sama baik atau bahkan lebih baik daripada beberapa makanan sehat yang saat ini kita konsumsi”.
5. Penyimpanan
Biasanya bahan pangan hasil pertanian mengalami beberapa tingkat penyimpanan yaitu : tingkat petani, tingkat pengumpul, tingkat penyalur, tingkat peralihan, tingkat pengecer dan tingkat konsumen.
Penyimpanan sederhana di tingkat petani adalah dengan cara menggantungkan malai sorghum di ruangan di atas perapian dapur. Cara ini berfungsi ganda yaitu untuk melanjutkan proses pengeringan dan asap api berfungsi pula sebagai pengendalian hama selama penyimpanan. Namun jumlah biji yang dapat disimpan dengan cara ini sangat terbatas.
Bila biji disimpan dalam ruangan khusus penyimpanan (gudang), maka tinggi gudang harus sama dengan lebarnya supaya kondensasi uap air dalam gudang tidak mudah timbul. Dinding gudang sebaiknya ' terbuat dari bahan yang padat sehingga perubahan suhu yang terjadi pada biji dapat dikurangi. Tidak dianjurkan ruang penyimpanan dari bahan besi, karma sangat peka terhadap perubahan suhu.
Beras sorgum yang telah di masukkan ke dalam karung goni atau tanpa pengarungan perlu di simpan di dalam gudang yang memenuhi syarat penggudangan. Syarat-syarat penggudangan antara lain: bebas dari serangan hama dan penyakit, suhu dan kelembaban terawasi dan pengendalian udara yang teratur. Sebelum disimpan biji harus kering, bersih dan utuh (tidak pecah).
Alat penyosoh sorghum mekanis mempunyai beberapa keuntungan yaitu :
1. Mutu beras sorghum lebih baik,
2. Beras sorghum dapat terjamin bebas dari kadar tanin yang membahayakan
3. Proses penyosohan lebih capat.
6. Pemanfaatan biji Sorghum
Menurut Rismunandar, 1989 Sorghum dapat di jadikan nasi sorghum yang cukup pulan, begantung pada jenisnya. Untuk membuat nasi sorgum, kulit arinya harus benar-benar bersih, seandainya tidak di bersihkan akan mengakibatkan rasa pahit yang sesuai dengan sifat jenisnya. Berbagai jenis makanan yang dapat di hasilkan antara lain bubur tepung sorghum, dodol sorghum dan sebagainya. Sorghun juga dapat di gunakan untuk membuat tapai yang rasanya tidak kalah jika dibandingkan dengan tapai yang di buat dengan bahan dasar ketan hitam atau ketan putih.
Tepung sorghum juga di manfaatkan untuk membuat briket arang kayu guna cetakan pengecoran besi. Pabrik Alumunium menggunakan tepung sorghum sebagai bahan untuk menggumpalkan peleburan Alumunium. Pengeboran minyak bumi menggunakan tepung sorghum untuk melicinkan pengeboran, pendingin bor, dan menahan perembesan air dari dinding sumur bor.
Pabrik tepung sorghum menghasilkan dedak sebagai bahan samping. Karena memiliki kadar minyak yang tinggi dedak sorghum juga dapat di manfaatkan untuk diambil minyaknya melalui proses ekstraksi dan menghasilkan minyak dedak yang nilainya sama dengan minyak jagung. Dedak sorghum yang telah bebas dari minyak sangat baik untuk makanan ternak besar dan kecil.
Kulit ari biji sorghum mengandung sejenis lilin yang dapat digunakan sebagai bahan seminr sepatu, kertas karbon, isolasi, polois perabot rumah dan sebagainya. Tepung sorghum yang tinggi kadungan protein dan gluteinnya dimanfaatkan untuk campuran tepung tarwe dalam pembuatan roti.
Tanaman sorghum manis sering disebut sebagai bahan baku industri bersih (clean industry) karena hampir semua komponen biomasa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri. Pemanfaatan sorghum manis secara umum diperoleh dari hasil-hasil utama (batang dan biji) serta limbah (daun) dan hasil ikutannya (ampas/bagasse) (Sumantri, A. et. al. 1996). Bioetanol dibuat dari nira batang sorgum manis, bijinya diproses menjadi tepung untuk menggantikan tepung beras atau terigu sebagai bahan pangan. Biji sorghum juga bisa menggantikan jagung yang banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industi pakan ternak. Daun sorghum dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Selain itu ternyata ampas batang sorghum (bagasse) yang telah diambil niranya dapat dimanfaatkan seratnya sebagai bahan baku pulp dalam industri kertas. Dalam hal ini pengembangan tanaman sorghum justru mendukung program pemerintah dalam rangka ketahanan pangan (program swasembada pangan) dan energi (program desa mandiri energi), selain itu juga mendukung pengembangan industri lainnya yaitu penggemukan sapi (swasembada daging) dan industri pulp (kertas).
DAFTAR PUSTAKA
Hadi K. Purwadaria dan Tarma Purwanegara. Pengolahan Sorghum Tertama pada Aspek Penyosohannya.
ICRISAT, 1990. Internatinal cprops research Institut for the semi-arid tropics west African sorgum Improvenment Program. Summary proceedings of symposium on the current status and potential uses of sorgum in Nigeria. Industrial Utilization of sorgum. Institute for Agriculture reseach, samaru, Ahmadu Bello University, Zaria, Nigeria.
Jantje Laimeheriwa, 1990. Tekhnologi budidaya sorghum. Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian. Irian Jawa.
L.W. Rooney and D.S. Murty. 1982. Procceding of International Symposium on Shorgum Grain Quality. Patancheru, A.P . India.
Rismunandar. 1989. Sorghum tanaman serbaguna. Penerbit Sinar baru Bandung.
Sally Vogel and Michael Graham, 1978. Sorgum and millet: food production and
use. Report ot workshop help in Nairobi, Kenya.
ICRISAT, 1990. Internatinal cprops research Institut for the semi-arid tropics west African sorgum Improvenment Program. Summary proceedings of symposium on the current status and potential uses of sorgum in Nigeria. Industrial Utilization of sorgum. Institute for Agriculture reseach, samaru, Ahmadu Bello University, Zaria, Nigeria.
Jantje Laimeheriwa, 1990. Tekhnologi budidaya sorghum. Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian. Irian Jawa.
L.W. Rooney and D.S. Murty. 1982. Procceding of International Symposium on Shorgum Grain Quality. Patancheru, A.P . India.
Rismunandar. 1989. Sorghum tanaman serbaguna. Penerbit Sinar baru Bandung.
Sally Vogel and Michael Graham, 1978. Sorgum and millet: food production and
use. Report ot workshop help in Nairobi, Kenya.
2 komentar:
Saya sedang mencari karakteristik tepung sorgum yang ternyata susah juga didapatkan. karenanya terimakasih banyak untuk infonya. cukup membantu. kalo punya resep makanan dari tepung sorgum, mungkin bisa dishare juga infonya mas
masukkan juga pasca panen salak pondoh lah...
Posting Komentar